Senin, 11 Februari 2019

SEJARAH KH. HUZAIMI BIN SYIHAB DAN BERDIRINYA NAHDLATUL WATHON


- Asal Mula Berdirinya Nahdlatul Wathon pertama kali sebagai lembaga pendidikan di Kadipaten Pasuruan masa penjajahan kolonial Jepang, tempatnya di pesisir Pasuruan yaitu di Desa Tambaan. Bermula pada sekitar tahun 1920 sampai 1924, datanglah serombongan orang dari Arab Saudi untuk mencari gurunya (Syeikh Huzaimi) yg telah kembali ke Indonesia. rombongan orang arab tidak mengetahui keberadaan dimana Syeikh Huzaimi itu berada, dan mereka terus mencari tanpa putus asa untuk mengetahui keberadaan dimana beliau. Akhirnya mereka datang di Kedutaan Arab Saudi yang berada di Jakarta meminta bantuan mencarikan keberadaan Syeikh Huzaimi tersebut, berkat bantuan kedutaan mereka sampai di Pasuruan dan diterima oleh Bupati Pasuruan sebagai tamu kehormatan, Bupati Pasuruan belum mengenal Syekh Huzaimi yang dicari oleh rombongan Arab tersebut dan memanggil beberapa pembantunya/pamong praja untuk mengetahui keberadan Syeikh Huzaimi, tidak berselang lama akhirnya pembantu Bupati melaporkan bahwa di Desa Tambaan ada seseorang yang bernama Huzaimi yang baru pulang dari Arab, Orang Arab tersebut mendatangi Syeikh Huzaimi di Desa Tambaan lalu mereka membangunkan madrasah yang diberi nama oleh Syeikh Huzaimi “Nahdlatul Wathon” yang berarti kebangkitan tanah air pada tahun 1924 atau 2 tahun sebelum Jam’iyyah Nahdlatul Ulama’ didirikan.

- Nahdlatul Wathon sebagai pusat kegiatan belajar agama islam, semenjak didirikannya madrasah Nahdlatul Wathon Syeikh Huzaimi mulai dikenal oleh masyarakat Pasuruan sebagai KH. Huzaimi bin Syihab, masyarakat banyak yang berdatangan untuk nyantri kepada KH. Huzaimi. Hampir setiap waktu beliau tidak henti-hentinya menghajar mulai dari masyarakat, para santri bahkan para asatidzpun beliau perhatikan dengan metode pembelajaran yang berbeda pula. Pada waktu itu Pasuruan hanya ada dua madrasah, yaitu “Sunniyah” Kebonsari asuhan KH. Abdulloh bin Yasin, dan “Nahdlatul Wathon” asuhan KH. Huzaimi bin Syihab.

- KH. Huzaimi terasuk ulama yang berhasil mengantarkan para santrinya menjadi orang-orang yang berilmu, berakhlaq, dan beramal sholeh ditengah-tengah kehidupan masyarakat, diantaranya tokoh-tokoh yang pernah menimba ilmu kepada beliau antara lain :

1. KH. Hasyim (Mandaran)
2. KH. Muhammad Dahlan, mantan Menteri Agama RI (Mandaran)
3. KH. Siraj (Kedungcangkring)
4. KH. Basyar Yasin (Mandaran)
5. KH. Bachar (Tambaan) dan
6. KH. Romli (Gadingrejo) 

- Dalam Memperjuangkan Ideologi dan Bela Negara beliau sangat gigih, termasuk dalam memperjuangkan kelestarian faham Ahlus sunnah Wal Jam'ah, bahkan beliau sering hadir dalam Forum "Bahsul Masail Diniyah". Dan juga beliau mengarang sebuah kitab kecil di beri nama " Ar Risalah", yang isinya mempertahankan ajaran Ahlusunah Wal Jama'ah.
Beliau tetap giat mempertahankan ajaran wali songo meski beliau belajarnya di negeri kaum yang berfaham wahabi, beliau tetap melestarikan amalan-amalan yang diajarkan pendahulunya tersebut seperti tahlilan dan ziarah kubur.

- Dalam memperjuangkan kemerdekaan dan bela negara KH. Huzaimi sangat gigih dan bersemangat menentang para penjajah Jepang. Dan beliau selalu aktif menanamkan rasa cinta kepada tanah air (hubbul Wathon) kepada santrinya untuk melawan penjajah Jepang. Beliau berfatwa pada para santri dan warga. “barang siapa yang sukarela untuk membela jepang, hukamnya Haram, darahnya boleh ditumpahkan dan disebut sebagai penghianat Negara”, pada waktu itu beliau ucapkan kepada para santrinya termasuk di dalamnya KH. Khotib dan KH Dahlan, ucapan beliau didengar oleh salah satu mata-mata jepang, lalu mata-mata tersebut memberitahukannya ketentara jepang perihal fatwa yang diucap KH. Huzaimi tersebut, kemudian tidak berselang lama tentara datang dengan membawa pasukannya dan menangkap beliau dan dua tokoh besar Pasuruan lainnya yaitu; KH. Abdullah bin Yasin (Kebonsari) dan KH. Tamim (gentong) yang dianggap berbahaya bagi Jepang.

- Ketiga tokoh besar Pasuruan tersebut termasuk KH. Huzaimi dibawa dan dipenjarakan karena dianggap membahayakan dan menentang penjajahan Jepang, hanya gegara beliau memfatwakan haram bila bergabung dan menjadi sukarelawan Jepang. Beliau disiksa dengan terus dipukuli dengan berbagai macam pukulan dan deraan, sampai berdarah disekujur tubuh beliau, hingga beliau pingsan, kemudian untuk membangunkan beliau, tentara Jepang menyemprotkan banwir (pompa air) sampai KH. Huzaimi begitu terbangun beliau tetap bersikokoh dan tidak mau menarik fatwa yang pernah beliau ucapkan. Beliau tetap bersikeras dalam berperinsip di hidup beliau untuk tetap menjaga syariat agama Islam serta haram hukumnya bila membela menjadi sukarelawan Jepang. Dengan siksaan yang bertubi-tubi KH. Huzaimi berpesan kepada para sekarelawan jepang dan tentara Jepang, “aku ndak seneng dadi wong purak-purak". KH. Huzaimi lebih rela menerima siksaan dari pada membolehkan yang sebenarnya haram. Begitu keras kepalanya KH Huzaimi dan kedua Kyai lainnya membuat marah penjajah Jepang, sehingga memasukkan mereka bertiga ke penjara kelas satu, penjara nasioanal di Sukamiskin, Bandung.

- Kebengisan tentara Jepang terhadap KH. Huzaimi begitu memuncak dan tidak manusiawi, dengan memberikan makanan yang tidak lanyak untuk dimakan dan pukulan demi pukulan setiap hari mereka berikan, pada saat itu salah satu pihak keluarga hendak mencari dan menjenguk KH. Huzaimi namun keberadaan KH. Huzaimi disembunyikan oleh tentara jepang, sehingga pihak keluarga KH. Huzaimi tidak mengerti bagaimana nasib dan keberadaan KH. Huzaimi tersebut. Hingga akhirnya KH. Huzaimi menghembuskan nafas  terakhir di penjara Sukamiskin Bandung pada tahun 1942 meninggalkan keluarga, dengan tetap membawa agama dan kecintaannya kepada tanah air. Beliau dimakamkan disalah satu pemakaman umum di Desa Sukamiskin, Bandung-Jawa Barat.

- Sepeninggal KH. Huzaimi, semoga keluarga dan santri diberikan kesabaran serta kekuatan berjuang, KH. Huzaimi sebagai teladan yang baik yang selama ini cinta tanah air dan mengajarkan ilmu agama dan ilmu dunia semasa beliau masih hidup serta menanamkan jiwa dan nilai patriotisme yang diajarkan sebagai suri teladan bagi kita semua dalam kehidupan ini untuk menjaga tanah air dan ilmunya.

 Makam KH. Huzaimi dan KH. Tamim di Desa Sukamiskin Kota Bandung-Jawabarat. foto by Yusuf Rakuten



Cliq editor Chas

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

KETIKA "AREK AREK TAMBAAN" SUDAH DILUPAKAN

JANGAN MALU AREK-AREK TAMBAAN, GO TERUS Masa pemilu 2019 telah usai, meninggalkan banyak cerita, bagaimana tergopoh dan sibuknya par...