-
Asal Mula Berdirinya Nahdlatul Wathon pertama kali sebagai lembaga pendidikan
di Kadipaten Pasuruan masa penjajahan kolonial Jepang, tempatnya di pesisir Pasuruan
yaitu di Desa Tambaan. Bermula pada sekitar tahun 1920 sampai 1924, datanglah
serombongan orang dari Arab Saudi untuk mencari gurunya (Syeikh Huzaimi) yg
telah kembali ke Indonesia. rombongan orang arab tidak mengetahui keberadaan dimana
Syeikh Huzaimi itu berada, dan mereka terus mencari tanpa putus asa untuk
mengetahui keberadaan dimana beliau. Akhirnya mereka datang di Kedutaan Arab Saudi
yang berada di Jakarta meminta bantuan mencarikan keberadaan Syeikh Huzaimi
tersebut, berkat bantuan kedutaan mereka sampai di Pasuruan dan diterima oleh Bupati
Pasuruan sebagai tamu kehormatan, Bupati Pasuruan belum mengenal Syekh Huzaimi
yang dicari oleh rombongan Arab tersebut dan memanggil beberapa
pembantunya/pamong praja untuk mengetahui keberadan Syeikh Huzaimi, tidak
berselang lama akhirnya pembantu Bupati melaporkan bahwa di Desa Tambaan ada seseorang
yang bernama Huzaimi yang baru pulang dari Arab, Orang Arab tersebut mendatangi
Syeikh Huzaimi di Desa Tambaan lalu mereka membangunkan madrasah yang diberi
nama oleh Syeikh Huzaimi “Nahdlatul Wathon” yang berarti kebangkitan tanah air
pada tahun 1924 atau 2 tahun sebelum Jam’iyyah Nahdlatul Ulama’ didirikan.
-
Nahdlatul Wathon sebagai pusat kegiatan belajar agama islam, semenjak didirikannya
madrasah Nahdlatul Wathon Syeikh Huzaimi mulai dikenal oleh masyarakat Pasuruan
sebagai KH. Huzaimi bin Syihab, masyarakat banyak yang berdatangan untuk
nyantri kepada KH. Huzaimi. Hampir setiap waktu beliau tidak henti-hentinya
menghajar mulai dari masyarakat, para santri bahkan para asatidzpun beliau
perhatikan dengan metode pembelajaran yang berbeda pula. Pada waktu itu Pasuruan
hanya ada dua madrasah, yaitu “Sunniyah” Kebonsari asuhan KH. Abdulloh bin
Yasin, dan “Nahdlatul Wathon” asuhan KH. Huzaimi bin Syihab.
-
KH. Huzaimi terasuk ulama yang berhasil mengantarkan para santrinya menjadi
orang-orang yang berilmu, berakhlaq, dan beramal sholeh ditengah-tengah
kehidupan masyarakat, diantaranya tokoh-tokoh yang pernah menimba ilmu kepada
beliau antara lain :
1.
KH. Hasyim (Mandaran)
2.
KH. Muhammad Dahlan, mantan Menteri Agama RI (Mandaran)
3.
KH. Siraj (Kedungcangkring)
4.
KH. Basyar Yasin (Mandaran)
5.
KH. Bachar (Tambaan) dan
6.
KH. Romli (Gadingrejo)
-
Dalam Memperjuangkan Ideologi dan Bela Negara beliau sangat gigih, termasuk
dalam memperjuangkan kelestarian faham Ahlus sunnah Wal Jam'ah, bahkan beliau
sering hadir dalam Forum "Bahsul Masail Diniyah". Dan juga beliau
mengarang sebuah kitab kecil di beri nama " Ar Risalah", yang isinya
mempertahankan ajaran Ahlusunah Wal Jama'ah.
Beliau
tetap giat mempertahankan ajaran wali songo meski beliau belajarnya di negeri
kaum yang berfaham wahabi, beliau tetap melestarikan amalan-amalan yang
diajarkan pendahulunya tersebut seperti tahlilan dan ziarah kubur.
-
Dalam memperjuangkan kemerdekaan dan bela negara KH. Huzaimi sangat gigih dan
bersemangat menentang para penjajah Jepang. Dan beliau selalu aktif menanamkan
rasa cinta kepada tanah air (hubbul Wathon) kepada santrinya untuk melawan penjajah
Jepang. Beliau berfatwa pada para santri dan warga. “barang siapa yang sukarela
untuk membela jepang, hukamnya Haram, darahnya boleh ditumpahkan dan disebut
sebagai penghianat Negara”, pada waktu itu beliau ucapkan kepada para santrinya
termasuk di dalamnya KH. Khotib dan KH Dahlan, ucapan beliau didengar oleh
salah satu mata-mata jepang, lalu mata-mata tersebut memberitahukannya ketentara
jepang perihal fatwa yang diucap KH. Huzaimi tersebut, kemudian tidak berselang
lama tentara datang dengan membawa pasukannya dan menangkap beliau dan dua tokoh
besar Pasuruan lainnya yaitu; KH. Abdullah bin Yasin (Kebonsari) dan KH. Tamim
(gentong) yang dianggap berbahaya bagi Jepang.
-
Ketiga tokoh besar Pasuruan tersebut termasuk KH. Huzaimi dibawa dan dipenjarakan
karena dianggap membahayakan dan menentang penjajahan Jepang, hanya gegara beliau
memfatwakan haram bila bergabung dan menjadi sukarelawan Jepang. Beliau disiksa
dengan terus dipukuli dengan berbagai macam pukulan dan deraan, sampai berdarah
disekujur tubuh beliau, hingga beliau pingsan, kemudian untuk membangunkan
beliau, tentara Jepang menyemprotkan banwir (pompa air) sampai KH. Huzaimi begitu
terbangun beliau tetap bersikokoh dan tidak mau menarik fatwa yang pernah
beliau ucapkan. Beliau tetap bersikeras dalam berperinsip di hidup beliau untuk
tetap menjaga syariat agama Islam serta haram hukumnya bila membela menjadi
sukarelawan Jepang. Dengan siksaan yang bertubi-tubi KH. Huzaimi berpesan
kepada para sekarelawan jepang dan tentara Jepang, “aku ndak seneng dadi wong purak-purak". KH. Huzaimi lebih rela
menerima siksaan dari pada membolehkan yang sebenarnya haram. Begitu keras
kepalanya KH Huzaimi dan kedua Kyai lainnya membuat marah penjajah Jepang,
sehingga memasukkan mereka bertiga ke penjara kelas satu, penjara nasioanal di
Sukamiskin, Bandung.
-
Kebengisan tentara Jepang terhadap KH. Huzaimi begitu memuncak dan tidak
manusiawi, dengan memberikan makanan yang tidak lanyak untuk dimakan dan
pukulan demi pukulan setiap hari mereka berikan, pada saat itu salah satu pihak
keluarga hendak mencari dan menjenguk KH. Huzaimi namun keberadaan KH. Huzaimi disembunyikan
oleh tentara jepang, sehingga pihak keluarga KH. Huzaimi tidak mengerti
bagaimana nasib dan keberadaan KH. Huzaimi tersebut. Hingga akhirnya KH.
Huzaimi menghembuskan nafas terakhir di
penjara Sukamiskin Bandung pada tahun 1942 meninggalkan keluarga, dengan tetap
membawa agama dan kecintaannya kepada tanah air. Beliau dimakamkan disalah satu
pemakaman umum di Desa Sukamiskin, Bandung-Jawa Barat.
-
Sepeninggal KH. Huzaimi, semoga keluarga dan santri diberikan kesabaran serta
kekuatan berjuang, KH. Huzaimi sebagai teladan yang baik yang selama ini cinta
tanah air dan mengajarkan ilmu agama dan ilmu dunia semasa beliau masih hidup
serta menanamkan jiwa dan nilai patriotisme yang diajarkan sebagai suri teladan
bagi kita semua dalam kehidupan ini untuk menjaga tanah air dan ilmunya.
Makam KH. Huzaimi dan KH. Tamim di Desa Sukamiskin Kota Bandung-Jawabarat. foto by Yusuf Rakuten
Cliq
editor Chas
Tidak ada komentar:
Posting Komentar